Desa Trunyan adalah sebuah desa kecil yang terletak di kawasan Kintamani, Bangli. Desa Trunyan terkenal dengan kebudayaannya yang sedikit nyeleneh yaitu meletakan jenasah di atas tanah tanpa ditutupi oleh embel-embel apa-apa hanya saja dipinggir-pinggir jenasah diisi penyekat-penyekat dari bambu-bambu. Meskipun jenasah diletakan di atas tanah tanpa dikubur, anda dapat dengan bebas menghirup udara segar disekitar desa tersebut karena mayat-mayat yang diletakan di atas tanah tersebut tidak mengeluarkan bau sedikitpun.
Desa Terunyan berasal dari 2 kata yaitu Taru dan Menyan artinya kayu dan wangi jadi desa terunyan diambil dari nama pohon yang tumbuh disekitar desa yang mengeluarkan bau wangi, mungkin ini penyebab atau sebagai penetralisir sehingga jenazah yang dibiarkan diruang terbuka tidak mengeluarkan bau. Menurut cerita rakyat, Konon, ada sebuah pohon Taru Menyan yang menebarkan bau sangat harum dan mendorong Ratu Gede Pancering jagat mendatangi sumber bau, kemudian beliau bertemu dengan Ida Ratu Ayu Dalem Pingit di sekitar pohon cemara landung. Disanalah kemudian mereka melaksanakan upacara perkawinan dan disaksikan oleh penduduk di sekitar desa hutan landung yang sedang berburu. Sebelum meresmikan pernikahan, Ratu Gede mengajak orang desa cemara landung untuk mendirikan sebuah desa bernama taru menyan yang lama kelamaan menjadi Trunyan.
Untuk bisa mencapai ke Desa Trunyan, anda bisa lewat penelokan kintamani dan turun ke Danau Batur. Di pesisi Danau Batur anda akan melihat sebuah dermaga kecil yang bisa menyeberangkan anda dari Danau Batur menuju Desa Trunyan. Dari dermaga anda membutuhkan waktu sekitar 30 menit untuk mencapai Desa Trunyan. Tidak hanya itu, anda juga bisa menikmati keindahan Danau Batur dan Gunung Batur dari atas kapal menuju ke Desa Trunyan.
Tinggalkan komentar